Monday, September 10, 2007

Amerika Menyerang Pakistan?

Oleh: M.Afifuddin Muchit*)

Amerika boleh saja menepuk dada karena sukses menumbangkan dua negara Afghanistan dan Irak dalam agenda membasmi terorisme di dunia., namun publik Amerika tidak serta memberikan bintang kehormatan kepada Bush sebagai pahlawan penumpas terorisme. Justru malah sebaliknya, pamor Bush malah semakin anjlok, karena agenda perang terorisme yang diciptakan Bush dinilai salah sasaran dan tidak sesuai dengan ekpetasi publik Amerika.

Publik Amerika justru menuntut manarik mundur semua Pasukan Amerika dari Afghan maupun Iraq. Jatuhnya pamor Bush Jr. bisa dilihat dengan jelas dalam poling majalah Newsweek Januari lalu, pamor George W.Bush jatuh hingga 31 persen. 70 persen publik Amerika tidak menyetujui kebijakanya dalam perang dengan Irak, separo lebih publik Amerika lebih mempercayai partai Demokrat dalam menanangani perang dan 2/3 persen tidak menyetujui pengiriman tambahan tentara perang ke Irak.

Kendati pamor Bush anjlok di mata publik sendiri, namun tidak menghentikan ambisinya untuk terus maju dalam perang melawan terorisme. Dan Iran yang saat ini sedang menjadi incaran Amerika untuk dijadikan korban selanjutnya, tidak menghalanginya untuk tetap mengarahkan radar perangnya ke sumber munculnya terorisme yang ada di Afghan dan Pakistan.

Pakistan yang pernah dianugrahi gelar sebagai kunci sekutu Amerika dalam merontokkan rezim Taliban dari singgasana kekuasaan pada 13 November 2001, tampaknya harus mulai waspada dengan manuver Amerika. Karena Gedung Putih saat ini mulai tidak puas dengan hasil kerja Islamabad dalam agenda menumpas kelompok pro Taliban dan jaringan al-Qaedah yang ada di wilayahnya. Pakistan berkali-kali diminta untuk "do more" dalam menggasak kawanan teroris dengan menggelar perang terbuka dan tidak ragu-ragu dalam menggunakan kekuatan militernya.

Kebijakan Gedung Putih Washington menekan Pakistan untuk "do more" dalam perang melawan terorisme ini didukung oleh Barrac Obama. Kandidat presiden dari partai Demokrat ini bahkan tidak ragu-ragu untuk memerintahkan pasukan AS untuk memborbardir langsung ke basis terorisme di wilayah Tribal Area Pakistan jika ia terpilih menjadi presiden nanti.

Ketidak-puasan Amerika ini memang beralasan, karena pemerintah Musharraf terlihat tidak mampu berbuat banyak dalam menggulung pejuang militan pro Taliban dan al-Qaedah yang ada di Tribal Areas. (Sebuah wilayah kesukuan yang berbatasan dengan Afghanistan dan punya otoritas kekusaan penuh). Terbukti militan pro Taliban dapat bergerak bebas dan sering mengancam bahkan membuat frustasi tentara Pakistan yang ditugaskan membasmi para militan tersebut. Bahkan Musharraf pun akhirnya resmi melakukan tanda tangan perundingan damai dengan kepala suku Tribal Area pada September 2006. Perundingan damai terpaksa dilakukan Musharraf setelah melihat kenyataan bahwa tidak kurang dari 800 tentaranya meregang nyawa tanpa membawa hasil yang berarti, justru ratusan penduduk sipil yang tak berdosa jatuh menjadi korban.

Alotnya menggulung jaringan terorisme yang ada di Tribal Area bukanlah isapan jempol belaka, karena tentara Inggris di bawah komando Sir Mortiner Durand pun pernah merasakan ganasnya manusia Tribal Area saat ia mencoba melebarkan sayap ekpansi wilayah jajahan ke daerah tersebut pada tahun 1893. Pasukan Inggris akhirnya dipukul mundur dari daerah tersebut dan dipaksa mengakui kekuatan kelompok Tribal Area dan berakhir di meja perundingan damai.

Perundingan damai antara pemerintah dan ketua suku Tribal Area inilah yang mengundang kekhawatiran Gedung Putih akan munculnya dan bersatunya kembali kekuatan Taliban di daerah tersebut. Apalagi dalam pengamatan intelejen Amerika, sisa-sisa kekuatan Taliban telah mendirikan kamp latihan, memasang jaringan komunikasi dan dengan leluasa menyeberang ke garis perbatasan Pakistan-Afghan. Dan ini adalah sesuatu yang tidak bisa dibiarkan oleh Washington karena akan mengancam keamanan negeri Paman Sam dan Dunia sekaligus. Oleh karenanya, anggota senior Gedung Putih menyerukan kepada Amerika untuk mengambil langkah militer untuk menyerang langsung ke tempat persembunyian jaringan al-Qaedah yang ada di Pakistan. Seruan ini pun diamini Lee Hamilton, anggota keamanan kepresidenan Bush.

Dalam tulisannya yang dipublikasikan dalam beberapa koran di Amerika, Hamilton mengatakan bahwa Washington tidak bisa membiarkan al-Qaedah tumbuh bersemi kembali di wilayah Tribal Area Pakistan. Ia mengingatkan bahwa bantuan dana militer untuk Pakistan dalam perang melawan aksi terorisme bukanlah cek kosong tapi harus ada aksi konkret di lapangan. Jika Musharraf tidak bisa mengambil aksi nyata, maka Amerika yang akan mengambil alih tugas itu.

Praktis ide untuk menyerang langsung ke wilayah Pakistan tersebut membuat Islamabad pun langsung bersuara lantang dan menolak keras ide tersebut. Ancaman ini tidak hanya membuat gusar Musharraf saja, tapi Senator parlemen Pakistan,Mushahid Shahid juga tidak kalah bicara lantang dan mengancam akan mengakhiri kerjasama dalam perang melawan terorisme. kebakaran jenggot. Presiden Musharraf

Meski disadari bahwa tentara Pakistan belum bisa berbuat banyak dalam menumpas pejuang militan pro Taliban dan al-Qaedah yang bersembunyi di wilayah Tribal Area, tapi usaha Pakistan haruslah dihargai kendati belum maksimal. Intervensi Amerika dalam urusan dalam negeri Pakistan bukanlah solusi, justru akan menambah deretan musuh-musuh baru.

Intervensi ini juga mengundang kecurigaan. Jika Pakistan dalam usahanya membendung terorisme ini dikatakan belum memuaskan AS, lalu bagaimana dengan usaha Amerika sendiri dalam menumpas terorisme di Afghanistan selama enam tahun ini? Kendati sudah banyak mesiu dan bom Amerika dimuntahkan di titik-titik tempat yang diduga menjadi persembunyian pejuang Taliban tapi hasilnya hanya nyawa-nyawa rakyat sipil Afghan yang menjadi korban, sementara Taliban tetap eksis dan terus mengancam. Ini bisa dilihat dengan disanderanya 21 pekerja Korea Selatan oleh Taliban dan bahkan telah membunuh dua sanderanya, karena pemerintahan Karzai menolak tuntutan Taliban untuk melepas kawan-kawanya yang disandera oleh aparat keamanan Afghan.

Ini belum ditambah daftar mandulnya pasukan AS dalam menggasak kaum teroris di negeri di negeri 1001 malam, Irak. Pasukan AS benar-benar depresi berat dalam menghalau kaum teroris yang mengamuk di tiap tempat dan menimbulkan banyak korban jiwa dari tentara AS disamping juga rakyat sipil Irak yang tak berdosa, sehingga presiden George W.Bush harus perlu menambah kiriman pasukan dari AS untuk memperkuat tentaranya di Irak.

Dari potret mandulnya pasukan AS menumpas kaum teroris di dua negara tersebut tentu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan menarik. Pertama, apakah Paman Sam tidak berkaca dari kegagalanya tersebut? Kedua, haruskah ia memaksakan diri unjuk kekuatan militer di wilayah Tribal Area Pakistan, yang mana kebuasan daerah tersebut pernah dirasakan sendiri oleh pasukan Inggris pada tahun 1893?

Sejarah membuktikan, untuk menggulung kaum militan di daerah Tribal Area Pakistan bukanlah dengan kekuatan militer, tapi dengan pendekatan persuasif dengan tokoh-tokoh Tribal Area. Karena tidak semua orang-orang Tribal Area adalah pro Taliban dan al-Qaeda, Ini bisa dibuktikan dengan aksi mereka menggulung kaum militan Uzbek yang pro Taliban keluar dari daerah tersebut dalam beberapa bulan yang lalu. Ini membuktikan bahwa usaha pemerintah Musharraf dalam perang melawan ektremisme dan terorisme di wilayahnya tidaklah sia-sia.

Namun Amerika dan sekutunya, NATO tampaknya tetap tak bisa menyembunyikan shahwat politiknya untuk tetap menyerang, namun dengan strategi lain. Amerika akan menyerang Pakistan tapi hanya terbatas kepada kantong-kantong kelompok pro Taliban dan al-Qaeda yang ada di Tribal Area dengan serangan siluman. Manuver ini bisa ditebak bahwa Amerika dan sekutunya ingin melakukan operasi militer rahasia dengan mengirimkan rudal dari jarak jauh atau pesawat perang canggih dan memuntahkan bom-bom ganas ke tempat-tempat persembunyian kelompok terorisme.

Walaupun rencana aksi serangan siluman Paman Sam dan sekutunya ini hanya bersifat sektoral dan terbatas di wilayah Tribal Area dan tidak akan membahayakan posisi Pakistan sebagai negara yang berdaulat, namun siapa yang berani menjamin janji Paman Sam dan sekutunya ini? Karena Amerika adalah sebuah negara yang terkenal sangat susah dipegang komitmenya dan kerap beberapa kali melanggar peraturan internasional dan suka memotong dalam lipatan.

Namun jika Paman Sam benar-benar nekad menyerang Pakistan, maka ini adalah sebuah kebodohan besar bagi Amerika dan sekutunya tersebut. Karena ini akan semakin mengobarkan sentimen anti Amerika secara meluas, tidak hanya dalam kubu kaum militan Pakistan tapi kelompok liberal demokrat pemerintahan dan parlemen Pakistan juga bisa bersatu dalam barisan kelompok militan yang telah lama memendam kebencian kepada Amerika. Bahkan sentimen anti Amerika ini bisa menjalar ke negara-negara muslim lainnya yang pada akhirnya akan semakin mendekatkan kepada tesis Samuel Huntinton tentang clash of civilization.

*)Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Sosial Science IIU Islamabad

No comments: