Sunday, October 28, 2007

Menguji Keampuhan Jurus Musharraf

Oleh: M Afifuddin Muchit

Manuver politik presiden Musharaf untuk mempertahankan posisi kursinya sebagai presiden Pakistan ditempuhnya dengan berbagai cara. Jabatan lima tahun sebagai presiden resmi selesai pada tahun ini, namun tampaknya ia enggan melepas jabatan tersebut dan terkesan memaksakan kehendak untuk menggelar pemilu presiden lewat majlis parlemen lama yang juga akan selesai masa tugasnya pada tahun yang sama. Kendati kebijakan tidak populer ini banyak mengundang kritik keras dari berbagai kalangan politisi dan pakar hukum, namun akhirnya pemilu presiden (06/10/07) tersebut berjalan dengan lancar dan aman walau tanpa kehadiran partai oposisi yang mengundurkan diri dan memboikot pemilu tersebut karena dinilai melanggar hukum.

Pemilu presiden yang diikuti tiga kontestan termasuk presiden Musharaf dimenangkan dengan fantastis dan mencolok oleh Musharaf dengan meraup suara mutlak 98%. Namun kemenangan Musharaf tersebut masih menyisakan masalah besar tentang keabsahan Musharraf menjadi kontestan pemilu presiden, karena ia masih resmi menyandang baju militer sebagai KSAD. Dua kontestan pemilu presiden lainnya tidak menerima kekalahan mereka dan resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Pakistan untuk membatalkan kemenangan Musharaf, karena dinilai menyalahi UU konstitusi Pakistan yang tidak membolehkan seorang kontestan berbaju militer untuk ikut dalam pemilu presiden.

Walau pesta kemenangan Musharaf ini harus tertunda sejenak, karena harus menunggu keputusan MA Pakistan namun bisa diprediksikan bahwa pengesahan kemenangan ini hanya menunggu waktu saja, karena MA dapat dipastikan tidak akan mampu unjuk gigi untuk membatalkan kemenangan rezim dari militer tersebut.

Dalam beberapa kali rentetan peristiwa sejarah demokrasi di Pakistan dari sejak era jenderal Ayub Khan pada tahun 1958 hingga era Musharaf sekarang, MA tercatat tidak mampu berbuat banyak ketika rezim militer berkuasa kecuali hanya mengesahkan politik penguasa. Indikasi mandulnya MA dalam menegakkan supremasi hukum terlihat tidak digubrisnya putusan MA oleh pemerintah, yang membolehkan perdana menteri Nawaz Syarif untuk pulang kampung. Namun rezim Musharaf bersikeras menolak Nawaz Syarif untuk pulang kampung dulu sebelum menggenapkan masa 10 tahun masa pengasingan seperti halnya klaim perjanjian yang telah ditanda-tangani antara rezim Musharaf dan Nawaz Syarif ketika Musharaf berhasil melakukan kudeta tidak berdarah kepada pemerintahan Nawaz Syarif.

Realita ini memberikan gambaran betapa kuatnya hegemoni militer ketika memegang kekuasaan, sehingga sebuah institusi MA yang seharusnya bebas dari intervensi ini ternyata masih gentar dengan penguasa rezim militer.

Politik Dagang Sapi


Musharaf sadar bahwa posisinya sebagai presiden masih sangat rentan. Ia membutuhkan partner untuk menguatkan legitimasinya di kursi presiden. Ia melihat bahwa sosok yang bisa diharapkan dan yang paling dekat dengan mainstrem politiknya adalah Benazir Bhutto. Tercatat beberapa kebijakan Musharaf banyak diamini oleh mendiang putri Zulfikar Ali Bhutto ini, seperti UU perlindungan kaum wanita, Operasi militer melawan pejuang militan Lal Masjid di Islamabad, perang terhadap ekstrimisme, pengiriman tentara militer ke wilayah perbatasan Pakistan-Afghanistan untuk menumpas sisa-sisa kekuatan Taliban dan jaringan Al-Qaedah, dll.

Dalam deal yang dilakukan Musharaf dengan Benazir Bhutto di London beberapa minggu yang lalu, Musharraf memberikan tawaran kue menarik berupa perdana menteri, menggugurkan semua tuduhan korupsi dan pencucian uang yang dilamatkan padanya dan suaminya lewat paket rekonsiliasi nasional atau NRO (National Reconciliation Ordinance) dan rela melepas baju militernya jika kemenangannya disahkan oleh MA.

Gayung pun bersambut, karena BB meneriwa tawaran tersebut. Fenomena politik dagang sapi ini tidak diragukan lagi untuk melahirkan symbiosis mutualism di kedua belah pihak. Yaitu dengan menguatnya legitimasi Musharaf sebagai presiden Pakistan sementara BB sendiri akan dapat menikmati kembali empuknya kursi perdana menteri untuk yang ketiga kalinya.

Ini memang sebuah wajah ironi bagi negara Pakistan yang telah lama mencita-citakan tegaknya demokrasi yang legitimed dan egaliter, namun selalu saja ditebas oleh pedang status quo militer atau kongkalikong militer sipil yang bernafsu mencari dan mempertahankan kekuasaan. Oleh karenanya, para pengamat dan kaum oposisi sangat menyayangkan keputusan BB tersebut. Karena deal ini akan menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi Pakistan. Karena rakyat Pakistan tidak diuntungkan sama sekali dengan deal politik daging sapi ini dan justru akan membukakan celah baru bagi tumbuh suburnya penyakit korupsi.

Politik Belah Bambu dan Adu Domba


Politik Musharaf menawarkan paket rekonsiliasi nasional (NRO) tidak lain hanya sekadar politik belah bambu untuk melempangkan jalan BB agar bisa balik kampung dan bergandengan tangan membentuk pemerintahan baru dengan dirinya, tapi tidak bagi Nawaz Syarif. Musharaf tetap mengharamkan Nawaz Syarif untuk balik kampung sampai ia menggenapkan 10 tahun masa hukuman pengasingan.

Jurus politik Musharaf dengan menggandeng BB sebagai partner dalam membentuk pemerintahan baru cukup ampuh untuk membendung sekaligus memecah kekuatan oposisi yang bersatu dalam APDM (All Parties’ Democratic Movement) untuk menggulingkan rezim Musharaf. Karena BB sebelumnya termasuk diantara barisan oposisi dan bahkan sempat menandatangani piagam bersama untuk tidak bekerja sama dengan rezim militer.

Dengan telah dikantonginya kartu as BB ini, berarti legitimasi Musharaf duduk di kursi presiden untuk yang kedua kalinya akan semakin kuat dan mantap. Karena BB bersama dengan partainya PPP (Pakistan People’s Party) adalah partai besar yang punya basis massa akar rumput yang sangat kuat, hampir di empat wilayah propinsi di negara Pakistan khususnya wilayah propinsi Sindh, tempat lahirnya BB. Mungkin satu-satunya wilayah yang agak ‘angker’ bagi PPP adalah propinsi Punjab. Karena wilayah tersebut dikenal sebagai daerah basis kekuatan partainya Nawaz Syarif, PML-N (Pakistan Muslim Leage ) Nawas
Dalam paket NRO ini Musharaf terlihat sebagai sosok politikus handal yang sangat cerdik mengadu domba lawan politiknya. Sehingga ia tetap bisa eksis duduk di puncak kekuasaan walau dengan menghalalkan segala cara dalam merengkuhnya.

No comments: